Oleh: DR. Yulianus Kale, S.Hut.,M.Si.
Bidai merupakan produk kerajinan tangan hasil anyaman rotan dan kulit kayu yang berbentuk (seperti) tikar. Awalnya masyarakat membuat bidai untuk kepentingan rumah tangga, yaitu sebagai alas lantai rumah dan sebagai alas untuk menjemur hasil panen yang berasal dari ladang. Namun seiring perkembangan waktu, bidai mulai diproduksi untuk dijual karena faktor ketahanan, multi fungsi, dan keindahannya. Bidai merupakan kerajinan tangan asli masyarakat etnis Dayak Kabupaten Bengkayang. Meskipun secara umum masyarakat Dayak di Kabupaten Bengkayang mengenal dan bisa membuat bidai, namun secara kualitas dan kuantitas pusat produksi kerajinan tangan ini berada di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, yaitu sekitar Kecamatan Jagoi Babang, Siding, dan Seluas.
Kabupaten Bengkayang merupakan salah satu wilayah NKRI yang berbatasan langsung (berbatasan darat) dengan Negara lain, yaitu Negara Malaysia. Faktor perbatasan ini merupakan salah satu variabel produksi yang berpengaruh secara signifikan pada perkembangan produksi kerajinan tangan bidai yang ada di Kabupaten Bengkayang. Tingginya permintaan bidai yang berasal dari Negara tetangga baik yang berasal dari individu maupun pihak penampung secara bertahap telah mengubah pembuatan bidai oleh masyarakat perbatasan menjadi skala indutri rumah tangga. Kondisi ini langsung di respon oleh masyarakat mengingat adanya potensi untuk memperoleh pendapatan rumah tangga yang cukup menjanjikan.
Seiring berjalannya waktu, tuntutan pasar tidak hanya berpengaruh pada kualitas dan kuantitas kerajinan bidai yang dihasilkan tetapi juga berpengaruh pada variasi bentuk produk yang dihasilkan berupa turunan-turunan dari bidai. Sampai saat ini bidai yang dihasilkan sangat bervariasi baik pada ukuran maupun bentuk yang dihasilkan sesuai dengan fungsi yang diinginkan. Fenomena ini menunjukkan bahwa minat konsumen untuk memiliki dan menggunakan kerajinan tangan ini sangat tinggi. Jika kondisi ini dapat dimanfaatkan dan dikelola dengan baik, maka bidai dapat berfungsi sebagai komoditas yang berperan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat di Perbatasan kabupaten Bengkayang sekaligus melestarikan Kebudayaan masyarakat Dayak, mengingat bidai merupakan produk kerajinan tangan yang bermuatan tradisi kehidupan sehari-hari masyarakat etnis Dayak di Kabupaten Bengkayang.
Pengelolaan kerajinan tangan bidai sampai saat ini belum terorganisir dengan baik. Belum adanya kelembagaan yang menjadi media bagi masyarakat berimplikasi pada pola produksi dan pemasaran bidai yang sangat tergantung pada manajemen masing-masing produsen (masyarakat). Sistem pengelolaan yang seperti ini tentu saja sangat riskan dan tergantung oleh pengaruh eksternal, baik yang bersifat makro maupun mikro. Apabila kondisi ini berkelanjutan maka pada titik produksi tertentu tingkat efisiensi ekonomi untuk industri kerajinan bidai akan mengalami penurunan, karena pengaruh eksternal akan meningkatkan biaya pada input produksi sekaligus menurunkan nilai jual yang menjadi faktor utama penentu laba yang diperoleh pada tingkat produsen. Sebagai industri yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan, tentunya akan sangat cepat dilirik oleh pelaku pasar yang berusaha untuk memanfaatkan kondisi pengelolaan yang tidak stabil tersebut untuk mendapatkan keuntungan dan nilai tambah yang besar dengan tanpa memperhatikan pihak produsen.
Efek dari pengelolaan yang kurang baik pada industri bidai tidak hanya berpeluang menimbulkan reduksi efisiensi industri tetapi juga berpengaruh pada kelestarian budaya. Sebagai konsumen terbesar bidai, pihak Malaysia telah berusaha menjadikan bidai sebagai kerajinan tangan yang berasal dari Negara Tetangga tersebut. Apabila hal ini terjadi maka identitas budaya asli Indonesia akan “tercuri” oleh Negara lain. Pengakuan tersebut sangat memungkinkan terwujud mengingat bidai yang masuk ke Negara Malaysia dalam skala besar tidak secara langsung dipasarkan pada konsumen, namun dilakukan treatment untuk meningkatkan nilai tambah pada kerajinan tangan tersebut yang selanjutnya dipasarkan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Proses pemasaran tersebut disertai dengan promosi yang mengarah pada Malaysia adalah Negara utama pemasok kerajinan bidai.
Bidai dan Perekonomian Masyarakat
Sekitar 65% masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan utama dalam rumah tangga. Salah satu sektor industri yang memiliki kontribusi yang relatif besar dan sumber pendapatan utama selain sektor pertanian bagi masyarakat perbatasan adalah industri kerajinan bidai. Berdasarkan data Profil Kecamatan Jagoi Babang dan Seluas (2009) disebutkan bahwa setiap bulan rata-rata bidai yang dihasilkan masyarakat perbatasan adalah 5000 lembar bidai dengan berbagai ukuran dan bentuk. Sebagian besar kerajinan besar tersebut masuk ke Negara Malaysia melalui daerah Serikin.
Jumlah produksi yang cukup besar tersebut menjadikan bidai sebagai jenis usaha sektor industri yang memberikan kontribusi terbesar bagi masyarakat di wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang, yaitu mencapai 73,15% dari total pendapatan masyarakat yang berasal dari sektor industri (Yulianus, 2012). Penjelasan ini merupakan indikator sekaligus alasan yang sangat fundamental untuk segera memperbaiki sistem pengeloaan industri bidai di Kabupaten Bengkayang. Dengan pengelolaan yang baik tentu akan meningkatkan perekonomian masyarakat secara signifikan, sebaliknya jika pengelolaan kurang baik dan terintrupsi oleh faktor eksternal yang bersifat negatif tentunya akan sangat mengganggu sumber pendapatan dan perekonomian regional Kabupaten Bengkayang.
Potensi Bidai dan Perbatasan
Bidai merupakan kerajinan tangan asli etnis Dayak di Kabupaten Bengkayang, khusus yang berada di wilayah perbatasan. Masyarakat Dayak perbatasan sudah sangat familiar dengan bidai mengingat jenis kerajinan tangan ini merupakan warisan leluhur yang dibuat secara turun-temurun. Fakta ini menjelaskan bahwa ketrampilan sumber daya (manusia) yang memproduksi bidai merupakan potensi yang tidak dimiliki oleh daerah lain yang tidak memproduksi kerajinan tangan bidai. Pembinaan dan pelatihan dasar untuk pembuatan kerajinan tangan bidai tidak lagi menjadi permasalahan dalam pengembangan industri bidai di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, meskipun tetap diperlukannya pembinaan yang mengarah pada diferensiasi produk untuk memenuhi segmen pasar dan nilai tambah produksi.
Bahan utama yang digunakan pada pembuatan bidai adalah bahan yang berasal dari alam, yaitu rotan dan kulit kayu. Sebagai kerajinan warisan leluhur tentunya bahan yang diperlukan dapat ditemukan di sekitar tempat tinggal masyarakat dan merupakan tanaman asli yang belum tentu terdapat di daerah lain. Kerajinan bidai dapat diproduksi dalam jumlah yang besar karena ketersediaan bahan baku yang cukup di alam (kawasan hutan). Dengan demikian peluang pengembangan bahan baku untuk proses produksi bidai di Kabupaten Bengkayang sangat besar mengingat lahan yang tersedia masih sangat luas dan tanaman yang akan dikembangkan juga adalah tanaman asli daerah tersebut.
Bidai tidak hanya dipandang sebagai warisan asli leluhur masyarakat Dayak di kabupaten Bengkayang, tetapi juga sebagai komoditas yang memiliki keunggulan. Sampai saat ini bidai diproduksi dalam skala industri hanya terdapat di Kabupaten Bengkayang, khususnya wilayah perbatasan. Belum ada daerah lain yang memproduksi bidai dalam jumlah yang besar dan terjamin kualitasnya, baik pada tingkat regional, nasional, maupun internasional. Kondisi ini tentunya merupakan peluang yang sangat besar untuk pengembangan industri bidai di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, karena belum adanya ancaman yang berasal dari produsen lain.
Pada awal sudah dijelaskan bahwa salah satu faktor yang sangat dominan pada perkembangan industri bidai di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang adalah perbatasan. Perbatasan sangat erat kaitannya dengan pemasaran industri kerajinan bidai. Permintaan pasar untuk bidai yang berasal dari Negara Tetangga sangat tinggi, bahkan hampir semua hasil industri bidai terserap oleh Negara Tetangga. Hanya sebagian kecil permintaan pasar bidai yang berasal dari dalam negeri, yaitu sekitar 5% dari permintaan total (bahkan lebih kecil dari 5% setiap tahunnya). Hal ini diduga merupakan implikasi dari keterbatasan eksesibilitas, jarak, promosi, dan jaringan pasar yang belum terbentuk di dalam negeri. Faktor lainnya adalah pertimbangan masyarakat produsen bidai terhadap ekspektasi laba yang diperoleh dari hasil penjualan sebagai akibat dari nilai tukar Rupiah.
Identifikasi Permasalahan
Potensi industri kerajinan bidai memang sangat berpeluang besar untuk dikembangkan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. namun untu mewujudkan hal tersebut perlu adanya pengelolaan yang efektif dan efisien, dan hal ini merupakan tugas bersama antara pihak Pemerintah (Pusat dan Daerah) sebagai pembuat kebijakan sekaligus berfungsi sebagai fasilitator, pihak investor dan pengusaha, pihak kelembagaan sosial ekonomi selain Pemerintah, dan peran aktif masyarakat sebagai produsen sekaligus konsumen bidai. Apabila empat elemen penting tersebut tidak berjalan dan atau tidak sinergis maka perwujudan pengembangan perekonomian masyarakat sekaligus pelestarian warisan leluhur melalui pengembangan industri bidai di Kabupaten Bengkayang akan terhambat.
Pada awal sudah dijelaskan bahwa industri bidai Kabupaten Bengkayang sudah mendapat ancaman berupa usaha pengakuan yang sedang dilakukan oleh pihak Negara Tetangga. Selain itu permasalahan lainnya yang cukup urgent untuk segera direspon oleh semua pihak (elemen) adalah adanya analisis yang menunjukkan ancaman keberlanjutan produksi bidai di Kabupaten Bengkayang. eksploitasi bahan baku berupa rotan dan kulit kayu yang meningkat tajam di wilayah perbatasan namun tidak diimbangi dengan usaha penyediaan bahan baku telah mengakibatkan kelangkaan bahan baku untuk industri bidai di wilayah perbatasan.
Kelangkaan bahan baku tentunya berpengaruh pada peningkatan biaya produksi dan hal ini akan menurunkan tingkat efisiensi usaha industri bidai. Apabila kondisi ini berlanjut maka secara bertahap industri bidai di Kabupaten Bengkayang akan mengalami penurunan, karena pelaku usaha industri bidai yang tidak memiliki modal yang kuat akan beralih pada usaha lain sebagai respon dari industri bidai yang semakin tidak menguntungkan.Pada saat ini bahan baku rotan yang digunakan untuk industri bidai di wilayah perbatasan sebagian besar (hampir 90%) dipasok dari Provinsi Kalimantan Tengah. Hal ini tentu saja berpengaruh signifikan pada peningkatan biaya input produksi dan biaya tranportasi industri bidai. Beberapa masyarakat perbatasan sudah mulai berhenti dan mengurangi produksi bidai karena biaya untuk bahan baku yang meningkat.
Peningkatan biaya produksi bidai berpengaruh juga pada permintaan pasar, terutama yang berasal dari dalam negeri. Untuk menjaga efisiensi dan keberlanjutan industri bidai, produsen akan meningkatkan harga jual dengan tanpa memperhatikan permintaan pasar. Pada akhirnya harga bidai akan semakin mahal padahal daya beli masyarakat (dalam negeri) tidak mengalami perubahan yang sama dengan kenaikan harga bidai. Dengan demikian masyarakat produsen bidai hanya mengandalkan permintaan yang berasal dari Negara Tetangga Malaysia. Kondisi ini akan berakibat pada meningkatnya pemanfaatan dan keuntungan yang diperoleh pihak Negara Tetangga dari industri bidai di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang.
Penutup
Kesimpulan:
- Kerajinan bidai tidak hanya dipandang sebagai industri yang berpotensi bagi peningkatan perekonomian masyarakat perbatasan di Kabupaten Bengkayang, tetapi juga sebagai aset budaya nasional yang perlu dilestarikan dan dipertahankan.
- Kerajinan bidai merupakan sektor industri yang memberikan kontribusi terbesar pada sumber pendapatan masyarakat perbatasan di Kabupaten Bengkayang.
- Potensi pengembangan industri bidai di kabupaten Bengkayang meliputi (a) kerajinan asli daerah; (b) sumberdaya manusia yang memadai; (c) permintaan pasar yang tinggi karena wilayah perbatasan; dan (d) tersedianya sumberdaya pengembangan penyediaan bahan baku yang cukup.
- Faktor perbatasan merupakan potensi untuk pengembangan industri bidai di Kabupaten Bengkayang khususnya dalam hal pemasaran, tetapi perbatasan juga merupakan ancaman pada bidai sebagai aset budaya.
- Pengelolaan yang kurang efektif berimplikasi pada menurunnya tingkat efisiensi industri bidai karena faktor kelangkaan bahan baku.
Rekomendasi:
- pembentukan wadah kelembagaan yang mengelola industri bidai di wilayah perbatasan untuk mewujudkan pengelolaan yang lebih efektif. Pembentukan wadah tersebut merupakan hasil kerjasama antara pihak Pemerintah, investor dan pengusaha, kelembagaan masyarakat non pemerintahan, dan masyarakat.
- Mengadakan program promosi untuk membentuk jaringan pasar yang lebih luas sekaligus memperkenalkan kerajinan bidai sebagai produk asli masyarakat perbatasan Kabupaten Bengkayang.
- Mengadakan program pengembangan diferensiasi produk selain variasi ukuran dan bentuk melalui treatment pada produk industri bidai untuk meningkatkan nilai tambah.
- Mengadakan program rehabilitasi ketersediaan bahan baku dengan memanfaatkan potensi ketersediaan lahan yang ada.
Referensi:
Anonym. 2009. Profil Kecamatan Jagoi Babang. Kabupaten Bengkayang. Kecamatan Jagoi Babang.
Anonym. 2009. Profil Kecamatan Seluas. Kabupaten Bengkayang. Kecamatan Seluas.
Anonym. 2005. Profil Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat-Serawak. Badan Perencanaan Pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Barat. Pontianak.
Anonym. 2011. Kabupaten Bengkayang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkayang. Bengkayang.
Yulianus. 2012. Sektor Pertanian Kabupaten Bengkayang. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkayang. Bengkayang.
Yulianus. 2011. Persepsi dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Usahatani di Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia Kabupaten Bengkayang. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. D.I. Yogyakarta.